Tragedi 28 Juli (1)

Hold myself tide

In constant fear

Reach what I can’t touch

Feel what I can’t see

Beneath my sudden panic

I hear a voice out of nowhere

“Come…come closer dear”

Sending coldness to my wrecking soul

“Follow me and let the darkness whispers into your lost spirit”

No longer the hunter, but the haunted

I’m afraid….afraid of the unknown

(By: Indira, July 28^th 2008 )

Sebelum masuk pada inti cerita, ada baiknya saya menceritakan kegiatan sebelumnya yang mungkin berpengaruh pada apa yang terjadi pada saya sore itu.

Senin, 28 Juli 2008

Suatu pagi di Clayton…

Pagi ini aku bangun dengan penuh semangat. Tak seperti biasanya, selepas shalat Subuh aku tidak terlelap kembali melainkan melanjutkan membaca buku untuk bahan kuliah hari ini. Semalam tuntas kubaca satu bab, dan pagi ini tinggal melanjutkan sisanya. Pukul 08.30 aku pergi ke dapur untuk sarapan pagi dan melanjutkan kegiatan dengan mandi. Waktu menunjukkan pukul 09.30 saat aku berangkat menuju kampus untuk kuliah. Begitu keluar dari rumah aku disambut terpaan angin dingin yang menusuk sampai ketulang, tapi hal ini tidak sendikitpun menyurutkan langkahku.

Tiga jam kuliah berlalu dengan cepat karena diisi dengan diskusi yang menarik tentang bilingualism. Pukul 13.00 kuliah berakhir dan aku punya satu jam untuk salta Dzuhur dan makan siang sebelum study group dimulai. Aku memutuskan untuk shalat terlebih dahulu dan bergegas menuju religious centre. Tenang rasanya kalau kewajiban sudah ditunaikan, jadi makan siangpun tidak terburu-buru. Menu hari ini nasi goreng, selain porsinya cukup harganya juga cukup bersahabat yaitu A$ 3.70 (jangan bandingkan dengan harga nasi goreng Pak Kumis yang Cuma Rp 5000 tapi bisa buat 2 kali makan 🙂 ).

Senin adalah hari yang padat buatku, pukul 14.0o aku sudah duduk manis di room 304A untuk study group dua mata kuliah sekaligus. Ahhh…sudah pukul 16.00, waktunya pulang. Di depan Faculty of Education aku ketemu Elce yang keliatan kusut, dan kamipun ngobrol 30 menitan tentang kost barunya. Pukul 16.30 aku pulang, tapi sebelumnya mampir beli beras. Kebetulan aku kebagian pegang keuangan kost, jadi beli keperluan kost-pun jadi tanggungjawabku. Walaupun tak jauh dari rumah, tapi menggotong 10 kg beras ditambah ransel penuh buku cukup berat juga. Sampai di rumah, setelah meletakkan beras di dapur, aku menuju kamar untuk berganti pakaian. Bersantai sebentar setelah seharian beraktifitas sepertinya enak, akupun menghidupkan TV dan disinilah kejadian itu berawal….

To be continued…